Lakukan PHK Sepihak, PT JAI Tbk Digugat Eks Pegawainya ke PHI

Kegiatan sidang gugatan eks pegawai PT JAI Tbk di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta, Rabu (16/4/2025)/zul-fkn.
Kegiatan sidang gugatan eks pegawai PT JAI Tbk di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta, Rabu (16/4/2025)/zul-fkn.

Faktamanado.id, MANADO – Salah satu anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Jasa Armada Indonesia (PT JAI) Tbk digugat oleh enam eks pegawainya yang sebelumnya bekerja sebagai tenaga pemanduan dan penundaan kapal di Pelabuhan Tanjung Priok. Kasus tersebut kini tengah disidangkan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta.

Setiaji, salah satu eks karyawan yang melakukan gugatan tersebut mengungkapkan, langkah ini dilakukannya menyusul pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dinilai sepihak, pasca perubahan manajemen dari Koperasi Pegawai Maritim Pelindo ke PT Jasa Armada Indonesia.

Sebetulnya ada 42 karyawan yang diPHK sepihak. Tapi sepertinya mereka tidak kuasa untuk terus mengikuti perjuangan yang sudah tujuh tahun ini kami lakukan,” ungkap Setiaji mewakili rekan-rekannya saat diwawancarai awak media seusai sidang, Rabu (16/4/2025).

Lebih lanjut Setiaji mengungkapkan, ia dan rekan-rekannya mulai bekerja sejak tahun 2008 di bawah naungan Koperasi Pegawai Maritim Pelindo. Kala itu, koperasi tersebut menjadi pintu masuk bagi para pekerja yang hendak terlibat dalam operasional pelabuhan, khususnya di bidang pemanduan kapal.

Sejak 2015, manajemen berubah dan seluruh kegiatan operasional diambil alih oleh PT JAI.

Namun pada tahun 2018, terjadi perubahan kebijakan internal yang menyebabkan sebagian pekerja dialihkan ke perusahaan vendor. Satiaji rekan-rekan menolak skema alih daya tersebut karena menilai hak dan kesejahteraan yang selama ini diterima sebagai pekerja inti akan berkurang secara signifikan.

Penolakan tersebut, menurut Satiaji, justru dibalas dengan “Surat Mutasi Off” yang ia terima secara mendadak pada malam hari. Sejak saat itu, ia tak lagi diizinkan masuk area kerja.

Baca Juga: Tambang Emas Ilegal Ancam Pencemaran Lingkungan di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat

Perkara ini, terang Setiaji,  sebetulnya telah dibawa ke Dinas Ketenagakerjaan dan menghasilkan rekomendasi agar para pekerja dipekerjakan kembali. Namun, rekomendasi itu tidak dijalankan pihak perusahaan, sehingga langkah hukum ke PHI pun terpaksa mereka lakukan.

Rekomendasi Disnaker tegas menyatakan bahwa mereka harus dipekerjakan kembali. Tapi tidak diindahkan, sehingga sekarang kami gugat ke PHI. Kami membutuhkan kepastian status pekerjaan kami di PT JAI,” ungkapnya

Bahkan, lanjut Setiaji, mediasi melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI juga telah dilakukan, namun rekomendasi dari mediasi tersebut juga tidak dijalankan oleh manajemen PT JAI.

Hasil mediasi melalui DPR RI yang juga merekomendasikan agar kami dipekerjakan kembali juga tidak diindahkan pihak JAI,” terangnya.

Para pekerja menegaskan, mereka tidak menutup kemungkinan untuk kembali bekerja apabila perusahaan bersedia menyelesaikan perkara ini secara adil. Namun jika tidak, mereka akan tetap menuntut hak atas pekerjaan maupun kompensasi yang layak secara hukum.

Kini, tambah Setiaji, sidang di PHI telah memasuki tahap ke-7, di mana pihak penggugat sudah menyampaikan seluruh keterangan. Sidang dipimpin oleh majelis Hakim Herdiyanto Sutantyo SH MH (Ketua Majelis Hakim), Lita Sari Seruni SE, H, MH dan Dr. Purwanto SH, MH  sebagai hakim anggota serta Rustiani SH, MH sebagai panitera.

Di persidangan ke-7 tersebut, penggugat menghadirkan Sahala Aritonang selaku Saksi Ahli yang merupakan Mantan Hakim Ad Hoc di Pengadilan Tanjung Karang, Lampung.

Dalam persidangan ia mengungkapkan bahwa pekerjaan yang bersentuhan dengan produk usaha, tidak bisa atau tidak boleh dikontrakan.

Dalam perkara ini, pekerjaan kami sebagai pemandu dan penundaan kapal adalah pekerjaan yang bersentuhan langsung dengan produk usaha. Mestinya status kami tidak boleh sebagai pegawai kontrak apa lagi divendorkan,” kata Setiaji menyimpulkan keterangan saksi ahli tersebut.[zul]