World Risk Report: Indonesia Peringkat 2 Rawan Bencana, Allianz Soroti Rendahnya Kesadaran Asuransi

Indonesia Peringkat 2 Rawan Bencana, Asuransi Aset Mendesak
Foto ilustrasi pentingnya asuransi properti guna mendukung ketahanan usaha saat bencana/Dok. Allianz Indonesia.

Faktamanado.id, NASIONAL –Indonesia masih menjadi salah satu negara dengan tingkat risiko bencana tertinggi di dunia. Berdasarkan World Risk Report 2023, Indonesia peringkat 2 rawan bencana dari 193 negara, tepat di bawah Filipina. Letaknya di pertemuan empat lempeng tektonik utama membuat negeri ini rentan terhadap gempa bumi, letusan gunung berapi, banjir, dan cuaca ekstrem.

Ancaman bencana ini dibuktikan oleh beragam peristiwa dalam beberapa bulan terakhir. Banjir bandang di Bali (September 2025) merusak infrastruktur pariwisata. Banjir besar di Jabodetabek (Maret 2025) merendam ribuan rumah. Sementara itu, gempa M4,7 di Bekasi (Agustus 2025) terasa hingga Jakarta.

Deretan kejadian ini menjadi pengingat bahwa bencana dapat terjadi kapan saja. Bencana memiliki potensi mengganggu aktivitas ekonomi, termasuk usaha skala kecil dan menengah (UMKM). Menanggapi kondisi kritis ini, Allianz Utama Indonesia bersama PT Reasuransi MAIPARK Indonesia (MAIPARK) menggelar Media Workshop. Acara ini menyoroti pentingnya perlindungan asuransi properti sebagai bagian dari strategi manajemen risiko bisnis.

Risiko Tinggi vs. Literasi Asuransi Properti Rendah

Meskipun tingkat literasi keuangan nasional meningkat, kesadaran terhadap asuransi masih rendah. Data ini menjadi perhatian serius di tengah tingginya ancaman bencana.

Data Kontras Literasi Keuangan dan Asuransi:

  • Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 OJK mencatat indeks literasi keuangan mencapai 66,46%.
  • Namun, indeks literasi asuransi properti masih di angka 45,45%, dengan inklusi hanya 28,50%.

Data dari MAIPARK bahkan mencatat fakta yang mencengangkan. Hanya sekitar 0,1% atau 36 ribu dari 64 juta rumah tinggal di Indonesia yang memiliki asuransi properti pada tahun 2023. Padahal, kerugian ekonomi akibat bencana sangat besar.

Berdasarkan analisis BPS, potensi kerugian ekonomi akibat banjir mencapai lebih dari Rp500 triliun. Sementara itu, cuaca ekstrem dan kebakaran hutan diperkirakan menimbulkan kerugian hingga Rp700–800 triliun.

“Banyak yang sudah memahami pentingnya perencanaan keuangan, tetapi belum menjadikan asuransi bagian dari perlindungan aset. Tanpa proteksi, kerugian akibat bencana bisa menghentikan aktivitas usaha dan mengganggu ekonomi,” ujar Ignatius Hendrawan, Direktur & Chief Technical Officer Allianz Utama Indonesia.

Ancaman Nyata dan Dampak Ekonomi Jangka Panjang

BPS mencatat bahwa setiap kejadian bencana dapat menurunkan PDB per kapita sekitar Rp2.386, atau setara dengan Rp7,43 juta per kapita per tahun. Sektor perdagangan dan manufaktur menjadi yang paling terdampak. Potensi kerugian tidak langsung di dua sektor ini mencapai Rp23,96 triliun dan Rp19,51 triliun per tahun.

Menurut MAIPARK, risiko bencana di Indonesia peringkat 2 rawan bencana bersifat nyata dan berulang. Data Pusat Studi Gempa Nasional (PuSGeN) tahun 2017 mencatat 295 sesar aktif. Potensi ini diperkirakan meningkat pada pembaruan Peta Sumber Gempa Nasional 2025.

“Kerentanan bencana di Indonesia sudah terbukti. Tanpa mitigasi dan perlindungan finansial seperti asuransi, dampaknya bisa sangat luas bagi masyarakat dan sektor ekonomi,” tegas Ruben Damanik, Strategic Planning & Risk Management Group Head MAIPARK Indonesia.

Allianz Utama Indonesia kini menyediakan produk Property All Risk dengan cakupan luas. Produk ini mencakup perlindungan aset bisnis seperti kantor dan pabrik, dengan perluasan jaminan untuk banjir, gempa bumi, dan kompensasi atas kehilangan pendapatan pascabencana.

(*Drw)